Rata-rata jumlah kata yang kita keluarkan setiap harinya adalah 16.000. Jadi, bayangkan seberapa banyak kata tidak terucapkan yang ada di pikiran kita. Kebanyakan kata itu bukan merupakan fakta, melainkan evaluasi dan penilaian yang bertalian dengan emosi. Beberapa kata itu bernada positif dan membantu (“saya sudah bekerja keras dan saya dapat melakukan presentasi ini dengan baik”, “persoalan ini layak untuk dibicarakan”, “VP baru ini terlihat ramah”), sedangkan kata lainnya bernada negatif dan tidak terlalu membantu (“dia bermaksud untuk menghindari saya”, “saya akan membuat malu diri saya”, “saya hanya berpura-pura”).

Pandangan umum menyebutkan bahwa pemikiran dan perasaan sulit tidak memiliki tempat di kantor. Eksekutif, khususnya leader, harus tabah atau riang. Mereka harus memproyeksikan rasa percaya dan menenangkan setiap perasaan negatif yang ada di dalamnya. Namun, hal ini berlawanan dengan konsep biologi dasar. Semua manusia yang sehat memiliki saluran pemikiran dan perasaan yang meliputi kritik, ragu, dan takut. Pikiran kita hanya melakukan pekerjaan yang dirancang untuk dilakukan, yakni mencoba mengantisipasi, mengatasi masalah, dan mencegah potensi bahaya.

Dalam praktik konsultasi berpusat manusia yang memberikan saran kepada perusahaan di seluruh dunia, kami melihat leader yang jatuh bukan disebabkan mereka memiliki pemikiran dan perasaan yang tidak diharapkan karena pemikiran dan perasaan itu adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Melainkan, mereka terjerat oleh pemikiran dan perasaan itu, seperti ikan yang tersangkut benang pancing. Ada dua keadaan yang mungkin terjadi. Pertama, mereka memercayai pemikirannya, memperlakukannya seperti fakta (“keadaannya sama seperti di pekerjaan terakhir saya… saya telah gagal di sepanjang karier saya”), dan menghindari keadaan yang mengingat pemikiran tersebut (“saya tidak akan melakukan tantangan baru itu”). Di keadaan lain, karena diminta oleh pendukungnya, mereka menentang keberadaan pemikiran dan mencoba merasionalkannya (“saya seharusnya tidak memiliki pemikiran seperti ini, saya tahu saya bukanlah seorang pecundang”), dan mungkin memaksa diri mereka ke dalam situasi serupa, bahkan ketika mereka berlawanan dengan nilai inti dan tujuan mereka (“lakukan pekerjaan baru itu, Anda pasti bisa menyelesaikannya”). Dalam kedua keadaan ini, mereka terlalu memperhatikan obrolan dalam dirinya dan membiarkannya mengikis sumber daya kognitif penting yang dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih baik.

Hal ini merupakan masalah umum yang terus ada karena strategi manajemen diri. Kita biasanya melihat eksekutif dengan tantangan emosional yang terus muncul di tempat kerja. Misalnya, kecemasan mengenai prioritas, iri dengan kesuksesan orang lain, takut akan penolakan, tekanan karena perbedaan paham. Strategi ini telah merancang teknik untuk “memperbaikinya”, misalnya memberikan pernyataan positif, memprioritaskan daftar tugas, dan melibatkan diri di tugas tertentu. Namun, ketika kita bertanya seberapa lama tantangan ini ada, jawabannya mungkin 10 tahun, 20 tahun, atau sejak masa kanak-kanak.

Tentu saja, teknik tersebut tidak berhasil. Faktanya, banyak penelitian menunjukkan percobaan untuk meminimalkan atau mengabaikan pemikiran dan emosi hanya akan menguatkan pemikiran dan emosi itu. Dalam studi yang diketuai oleh mendiang Profesor Daniel Wegner di Harvard, peserta yang diminta untuk tidak berpikir mengenai beruang kutub kesulitan untuk melakukannya. Setelahnya, setelah larangan itu dicabut, mereka memikirkan beruang kutub lebih sering dibandingkan yang dilakukan kelompok kontrol. Setiap orang yang memimpikan kue cokelat dan kentang goreng ketika tengah mengikuti diet ketat tentu memahami fenomena ini.

Leader yang efektif tidak mempercayai atau mencoba menekan pengalaman dirinya. Sebaliknya, leader mendekatinya dengan cara yang penuh kesadaran, produktif, dan didorong oleh nilai, untuk mengembangkan sesuatu yang disebut ketangkasan emosional (emotional agility). Dalam ekonomi yang kompleks dan pengetahuan yang terus berubah dengan cepat, kemampuan untuk mengelola pemikiran dan perasaan ini penting bagi kesuksesan bisnis. Beberapa penelitian, dari Profesor Frank Bond di University of London dan lainnya menunjukkan bahwa ketangkasan emosional dapat membantu orang-orang meringankan stres, mengurangi kesalahan, menjadi lebih inovatif dan meningkatkan kinerja pekerjaan.

Kami bekerja dengan leader di berbagai industri untuk membangun keahlian penting ini. Kali ini kami menawarkan empat praktik yang diadaptasi dari Acceptance & Commitment Therapy (ACT). Awalnya ACT dikembangkan oleh Psikolog Steven C. Hayes di University of Nevada yang dirancang untuk membantu Anda melakukan hal yang sama, yakni mengenali pola Anda, melabeli pemikiran dan emosi Anda, menerima pemikiran dan emosi itu, dan melakukan tindakan terhadap nilai Anda.

Mari mulai dengan dua studi kasus. Cynthia adalah pengacara korporasi yang memiliki dua anak-anak kecil. Cynthia sebelumnya diliputi perasaan bersalah terhadap peluang yang terlewat, baik di kantor di mana rekan kerjanya bekerja 80 jam per minggu, sedangkan dia bekerja selama 50 jam. Di rumah, dia merasa sering kali merasa perhatiannya teralihkan atau terlalu lelah untuk bercengkerama dengan pasangan dan anaknya. Satu suara yang menggerutu di kepalanya memberitahunya kalau dia harus menjadi karyawan yang lebih baik atau mempertaruhkan kegagalan kariernya, sedangkan suara lain memberitahunya untuk menjadi ibu yang lebih baik atau mempertaruhkan keluarga yang terabaikan. Cynthia berharap setidaknya ada satu suara untuk diam. Namun, kedua suara itu terus ada dan sebagai reaksinya, dia gagal mengambil potensi baru di tempat kerja dan terus memeriksa pesan di ponselnya ketika makan malam bersama keluarga.

Jeffrey, eksekutif yang tengah naik daun di perusahaan barang konsumen terkemuka, memiliki masalah berbeda. Karena dia pintar, berbakat, dan ambisius, Jeffrey terkadang marah terhadap atasan yang tidak mengindahkan pandangannya, bawahan yang tidak mengikuti perintah, atau rekan kerja yang tidak melakukan pekerjaannya. Dia telah kehilangan kesabaran beberapa kali di tempat kerja dan telah diperingatkan untuk dapat mengendalikannya. Namun, ketika dia mencobanya, dia merasa seperti mematikan bagian inti dalam kepribadiannya, dan dia menjadi lebih marah dan kecewa.

Leader yang pintar dan sukses ini terjerat dengan pemikiran dan emosi negatifnya. Cynthia tenggelam dalam rasa bersalahnya, sedangkan Jeffrey terpancing dengan kemarahannya. Cynthia mencoba untuk menghilangkan suara-suara itu, sedangkan Jeffrey menyimpan rasa frustrasinya. Kedua orang ini mencoba menghindari ketidaknyamanan yang mereka rasakan. Mereka dikendalikan dengan pengalaman batin, mencoba mengendalikannya, atau berganti antara pemikiran dan emosi itu.

Lepaskan Jeratan 

Untungnya, baik Cynthia dan Jeffrey menyadari bahwa mereka tidak dapat meneruskan keadaan itu, setidaknya mereka tidak akan mendapatkan hasil dan rasa senang, bila mereka tidak menggunakan strategi batin yang lebih efektif. Untuk itu, kami melakukan coaching kepada mereka untuk mengadopsi empat praktik berikut.

Kenali pola Anda

Langkah pertama dalam mengembangkan ketangkasan emosional adalah memperhatikan ketika Anda telah terjerat dengan pemikiran dan perasaan Anda. Hal ini sulit dilakukan, tetapi ada indikasi tertentu yang terlihat. Salah satunya adalah ketika pemikiran Anda menjadi kaku dan berulang. Misalnya, Cynthia mulai melihat tuduhan dirinya berulang seperti kaset rusak, yang terus mengulangi pesan yang sama. Hal lainnya adalah ketika pesan yang disampaikan pikiran Anda terlihat sudah lama, seperti pengulangan suatu pengalaman lama. Jeffrey memperhatikan sikapnya terhadap rekan kerja tertentu yang dia kenali (“dia tidak kompeten, saya tidak akan membiarkan ada orang yang berbicara kepada saya seperti itu”). Faktanya, dia telah mengalami situasi serupa di dua pekerjaan sebelumnya. Sumber masalah ini tidak hanya ada di lingkungan Jeffrey, tetapi juga di pola pikiran dan perasaannya sendiri. Anda harus menyadari bahwa Anda terjebak sebelum Anda dapat memulai perubahan.

Leader terjatuh ketika terlalu memperhatikan percakapan diri sendiri dan membiarkannya melemahkan sumber daya kognitif yang dapat digunakan untuk hal yang lebih baik.

Labeli pemikiran dan emosi Anda

Ketika Anda terjerat, perhatian yang Anda berikan kepada pemikiran dan perasaan Anda akan memenuhi pikiran. Tidak ada ruang untuk menilai pemikiran dan perasaan tersebut. Satu strategi yang dapat membantu Anda mempertimbangkan situasi Anda dengan lebih objektif adalah tindakan pelabelan yang sederhana. Seperti yang Anda sebut kebenaran sebagai kebenaran, pikiran sebagai pikiran, dan emosi sebagai emosi. “Saya tidak melakukan banyak sesuatu di tempat kerja atau di rumah” menjadi “saya berpikir kalau saya tidak banyak melakukan sesuatu di tempat kerja atau di rumah”. Begitu pula, “rekan kerja saya salah karena dia membuat saya sangat marah” menjadi “saya berpikir bahwa rekan kerja saya salah dan saya merasa marah.” Pelabelan akan membuat Anda melihat pemikiran dan perasaan Anda dengan terbuka. Sumber data yang terbatas mungkin tidak dapat terlalu membantu. Manusia secara psikologis mampu melihat pengalaman pribadi dari segala sisi dan penggunaan bukti ilmiah menunjukkan bahwa praktik penuh kesadaran seperti ini tidak hanya memperbaiki perilaku dan kesejahteraan, tetapi juga mendorong perubahan biologis yang bermanfaat di dalam otak dan di tingkat dasar. Selagi Cynthia mulai menenangkan diri dan melabeli pemikirannya, kritik yang sebelumnya membuatnya tertekan seperti kabut tebal menjadi seperti awan yang bergerak di atas langit yang biru.

Terima perasaan dan pemikiran itu.

Kebalikan dari kendali adalah rasa penerimaan, yang tidak bertindak terhadap setiap pemikiran atau menyerahkan diri kepada perasaan negatif. Melainkan, merespons terhadap ide dan emosi Anda dengan sikap terbuka, memusatkan perhatian kepadanya, dan membiarkan diri untuk merasakannya. Tarik 10 napas panjang dan perhatikan keadaan yang terjadi saat ini. Melakukan tindakan ini akan membuat Anda tenang, tetapi tidak selalu membuat Anda merasa senang. Faktanya, Anda mungkin menyadari betapa kecewanya Anda. Hal terpentingnya adalah menunjukkan diri Anda (dan orang lain) dengan rasa welas asih dan memahami realitas situasi yang ada. Apa yang saat ini terjadi, baik secara internal atau eksternal? Ketika Jeffrey mengenali dan membuka ruang bagi perasaan frustrasi dan rasa marah dibandingkan menolak perasaan itu, menghalaunya, atau mengeluarkannya kepada orang lain, dia mulai merasakan kualitas semangatnya. Perasaan itu menandai sesuatu yang penting sedang dalam bahaya dan dia perlu melakukan tindakan produktif. Dibandingkan berteriak kepada orang-orang, dia dapat membuat permintaan yang lebih jelas kepada rekan kerja atau bergerak lebih cepat dalam persoalan mendesak. Dengan lebih menerima rasa marah dan menempatkan rasa keingintahuan ke dalam kemarahan itu, Jeffrey lebih merasa dapat mendukung dibandingkan melemahkan leadership yang dimilikinya. 

Lakukan tindakan berdasarkan nilai Anda

Ketika Anda melepaskan diri dari jeratan pemikiran dan emosi Anda yang sulit, artinya Anda memperluas pilihan. Anda dapat memutuskan dengan cara yang selaras dengan nilai Anda. Kami mendorong leader untuk fokus terhadap konsep kemampuan kerja. Apakah respons itu dapat Anda dan perusahaan Anda gunakan dalam jangka panjang dan juga jangka pendek? Apakah respons itu dapat membantu mengarahkan orang lain ke arah yang lebih dekat dengan tujuan bersama Anda? Apakah Anda mengambil langkah menjadi leader yang paling Anda inginkan dan mendapatkan kehidupan yang Anda paling inginkan? Pemikiran mengalir tanpa henti dan emosi berubah seperti cuaca, tetapi nilai dapat digunakan kapan pun, dalam situasi apa pun.
Ketika Cynthia memperhitungkan nilainya, dia memahami betapa dalamnya komitmen yang dia miliki, baik untuk keluarga dan pekerjaannya. Dia senang mengurus anaknya, tetapi dia juga bersemangat untuk menilai dengan adil. Terlepas dari jeratan perasaan bersalah yang mengalihkan perhatian dan menghilangkan kepercayaan dirinya, dia meneguhkan diri untuk dipandu dengan prinsipnya sendiri. Dia memahami pentingnya pulang untuk makan malam dengan keluarga setiap malam dan menghindari interupsi pekerjaan pada waktu tersebut. Namun, dia juga meluangkan waktu untuk membuat perjalanan bisnis yang penting, beberapa di antaranya bertepatan dengan acara sekolah yang mungkin Cynthia lebih ingin hadiri. Karena percaya diri dengan nilainya dan tidak hanya emosi yang memandunya, Cynthia akhirnya menemukan kedamaian dan pencapaian. Tidak memungkinkan untuk menghalangi pemikiran dan emosi sulit. Leader yang efektif sadar sepenuhnya akan pengalaman batinnya, tetapi tidak terjebak di dalamnya. Mereka tahu cara membebaskan sumber daya internalnya dan berkomitmen terhadap tindakan yang selaras dengan nilainya. Mengembangkan ketangkasan emosional bukanlah sesuatu yang sederhana, bahkan orang-orang seperti Cynthia dan Jeffrey yang menerapkan praktik yang diuraikan di sini secara berkala sering kali menemukan diri mereka terjerat dengan pemikiran dan perasaan tersebut. Namun, setelah beberapa waktu, leader yang ahli dalam ketangkasan emosional adalah orang-orang yang kemungkinan besar akan tumbuh.

Sumber: HBR (Susan David and Christina Congleton, From the Magazine (November 2013)

Gita Djambek

Diruanghati.com is a co-blogging between my daughter, Aya and myself. This is where we share our thoughts about each other's thoughts as well as our individual thoughts. We hope readers can be entertained as well as gaining insights from us.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *