Pelibatan karyawan merupakan suatu masalah. Untuk memperbaikinya, dorong karyawan Anda untuk melawan aturan dan menjadi diri mereka sendiri. Kami akan menunjukkan Anda pihak yang telah melakukannya dengan benar dan cara Anda juga dapat melakukan hal yang sama. 

Sepanjang karier kita, kita diajarkan untuk menyesuaikan diri — pada status quo, pada pendapat dan perilaku orang-orang, dan informasi yang mendukung pandangan kita. Tekanan hanya tumbuh ketika kita menaiki tangga organisasi. Pada waktu kita mencapai posisi dengan level tinggi, konformitas telah terbentuk sehingga kita meneruskannya dalam perusahaan. Dalam survei yang baru-baru ini saya lakukan kepada lebih dari 2.000 karyawan di berbagai ragam industri, sekitar setengah responden melaporkan bekerja di perusahaan yang mereka rasakan perlunya konformitas dan lebih dari setengahnya juga mengatakan orang-orang di organisasi mereka tidak mempertanyakan status quo. Hasilnya yang serupa juga didapatkan ketika saya melakukan survei kepada eksekutif level tinggi dan manajer level menengah. Seperti yang ditunjukkan data ini, perusahaan secara sadar atau tidak sadar mendorong karyawannya untuk memeriksa bagian diri mereka yang sebenarnya di depan pintu. Pekerja maupun perusahaan menanggung akibat yang timbul, yaitu pelibatan, produktivitas, dan inovasi yang berkurang (lihat buktinya dalam “Bahaya Konformitas”).

Dengan menyimpulkan penelitian dan pekerjaan lapangan saya, serta karya akademisi psikologi dan manajemen, saya akan menjelaskan tiga alasan konformitas saya pada pekerjaan, mendiskusikan alasan perilaku ini merugikan perusahaan, dan menyarankan cara untuk melawannya.

Tentunya, tidak semua konformitas bersifat buruk. Namun, supaya sukses dan berkembang, perusahaan harus mengatur keseimbangan antara kepatuhan terhadap aturan formal dan informal yang memberikan struktur dan kebebasan, yang diperlukan untuk membantu perusahaan melakukan pekerjaan terbaiknya. Bandul ini telah mengayun terlalu jauh pada arah konformitas. Dalam studi lainnya yang saya lakukan, yang melibatkan lebih dari 1.000 karyawan di berbagai industri, kurang dari 10% karyawan berkata kalau mereka bekerja di perusahaan yang mendorong nonkonformitas secara berkala. Hal ini tidak mengejutkan. Selama puluhan tahun, prinsip pengetahuan manajemen telah dijalankan. Leader terlalu fokus dalam merancang proses yang efisien dan mendorong karyawan untuk mengikutinya. Kini, leader harus berpikir kapan konformitas akan memberikan dampak pada bisnisnya dan membuat, bahkan mendorong, hal yang saya sebut sebagai perilaku nonkonformitas konstruktif, yakni perilaku yang menyimpang dari norma perusahaan, tindakan orang lain, atau ekspektasi bersama untuk memberikan manfaat pada perusahaan.

Alasan Konformitas Umum Terjadi

Lihat tiga alasan utama yang saling berkaitan terhadap alasan kita sering kali melakukan konformitas dalam pekerjaan.

Kita menjadi umpan pada tekanan sosial. Di awal kehidupan, kita belajar mengenai manfaat nyata yang didapatkan dengan mengikuti aturan sosial mengenai perkataan untuk diucapkan, cara bertindak, cara memakai pakaian, dan seterusnya. Konformitas membuat kita merasa diterima dan sebagai bagian dari mayoritas. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1950-an oleh psikolog Solomon Asch menunjukkan kepatuhan pada tekanan rekan sejawat sangat kuat karena konformitas ini  terjadi, bahkan ketika kita tahu konformitas akan membuat kita menghasilkan keputusan buruk. Dalam satu eksperimen, Asch meminta partisipan untuk melengkapi hal yang dianggap sebagai tugas perseptual sederhana, yaitu mengidentifikasi tiga garis dalam satu kartu mana yang memiliki panjang yang sama dengan garis di kartu lainnya. Ketika ditanyakan secara individu, partisipan memilih garis yang tepat. Namun, ketika ditanya dengan kehadiran aktor bayaran yang dengan sengaja memilih garis yang salah, sekitar 75% orang akan melakukan konformitas pada kelompok sekurangnya satu kali. Dengan kata lain, mereka memilih jawaban yang salah supaya dapat menjadi bagian dalam kelompok.

Perusahaan sudah lama memanfaatkan kecenderungan ini. Dinasti Roma kuno mempekerjakan orang khusus untuk berkabung di pemakaman. Perusahaan hiburan mempekerjakan orang-orang (“pendukung”) untuk bertepuk tangan dalam pertunjukan. Perusahaan yang mengiklankan produk kesehatan sering kali melaporkan persentase dokter atau dokter gigi, yang menggunakan penawaran mereka.

Konformitas di tempat kerja ada dalam berbagai bentuk, yakni meniru tingkah laku orang lain dengan peran yang sama, menyatakan emosi yang sesuai, mengenakan pakaian yang tepat, menyetujui pendapat manajer secara berulang, merelakan keputusan tim yang buruk, dan seterusnya. Juga, sering kali, sikap tunduk pada tekanan rekan sejawat mengurangi pelibatan seseorang dengan pekerjaannya. Hal ini dapat dipahami karena konformitas kadang bertentangan dengan preferensi dan kepercayaan kita yang sebenarnya sehingga membuat kita merasa tidak autentik. Faktanya, penelitian yang saya lakukan dengan Maryam Kouchaki (Northwestern University) dan Adam Galinsky  (Columbia University) menunjukkan ketika orang-orang merasa tidak autentik di tempat kerja, yang biasanya terjadi karena mereka mengalah pada tekanan sosial untuk melakukan konformitas.

Kita sudah terlalu nyaman dengan status quo. Di perusahaan, praktik standar, yakni cara biasa untuk berpikir dan melakukan sesuatu, memainkan peran penting dalam membentuk kinerja seiring waktu. Namun, praktik standar ini juga dapat menjebak kita, mengurangi keterlibatan kita, dan menghambat kemampuan kita untuk berinovasi atau berkinerja pada tingkat tinggi. Dibandingkan menghasilkan tindakan yang bijaksana, banyak kebiasaan yang bertahan karena rutinitas, atau sesuatu yang disebutkan psikolog sebagai bias status quo. Karena kita merasa tervalidasi dan teryakini ketika kita tetap melakukan cara kita biasa berpikir dan melakukan sesuatu, serta karena — seperti yang ditunjukkan penelitian secara konsisten — kita menimbang potensi kerugian karena menyimpang dari status quo dengan lebih berat dibandingkan potensi keuntungan sehingga kita lebih memilih keputusan untuk menjaga keadaan yang ada saat ini.

Namun, tetap berada pada status quo dapat menghasilkan kejenuhan, yang selanjutnya dapat menjadi dorongan keadaan cepat puas dan stagnan. Borders, BlackBerry, Polaroid, dan Myspace adalah beberapa perusahaan yang sebelumnya memiliki formula baik, namun tidak memperbarui strategi mereka hingga keadaannya sudah terlambat. Karena terlalu nyaman dengan status quo, leader di perusahaan tersebut terus melakukan tradisi dan menghindari jenis perilaku nonkonformitas yang seharusnya dapat mendorong kesuksesan secara terus-menerus.

Dalam studi lainnya yang saya lakukan, yang melibatkan lebih dari 1.000 karyawan survei, kurang dari 10% karyawan berkata kalau mereka bekerja di perusahaan yang mendorong nonkonformitas secara berkala.

Kita menafsirkan informasi dengan cara yang menempatkan diri sendiri di atas orang lain (self-serving). Alasan ketiga terhadap terjadinya konformitas adalah kita cenderung memprioritaskan informasi yang mendukung kepercayaan kita saat ini dan mengabaikan informasi yang bertentangan sehingga kita kehilangan hal-hal yang seharusnya dapat mendorong perubahan positif. Pada hal-hal yang rumit, kita juga cenderung melihat informasi yang tidak diperkirakan atau tidak menyenangkan sebagai ancaman dan untuk menghindarinya. Perilaku ini disebut psikolog fenomenologi sebagai motivasi skeptisisme.

Faktanya, penelitian menunjukkan, cara kita menimbang bukti menunjukkan cara kita menimbang diri sendiri pada timbangan di toilet. Jika timbangan itu menunjukkan hasil buruk, kita akan turun dan akan kembali menimbang diri, dengan kemungkinan timbangan yang tidak tepat atau ada kesalahan dalam membaca tampilannya. Jika timbangan itu menunjukkan hasil baik, kita berasumsi hasilnya sudah tepat dan langsung beranjak mandi dengan senang.

Berikut ini contoh yang lebih ilmiah. Dua psikolog, Peter Ditto dan David Lopez menanyakan partisipan studi untuk menilai kecerdasan seorang murid dengan meninjau informasi mengenai murid tersebut satu bagian dalam satu waktu — yang serupa dengan cara pejabat penerimaan kampus menilai calon mahasiswanya. Informasi yang ada mengandung isi negatif. Subjeknya dapat segera berhenti setelah mereka mencapai kesimpulan yang kuat. Ketika mereka telah utamanya telah menyukai calon mahasiswa (dengan foto dan informasi yang diberikan sebelum penilaian), mereka membalikkan kartu satu per satu untuk mencari sesuatu yang dapat membuat mereka memberikan penilaian yang baik. Ketika mereka dari awal tidak menyukainya, mereka membalikkan beberapa kartu, mengangkat bahu, dan mengakhiri penilaiannya.

Dengan menerima informasi secara tidak kritis, selama hal itu konsisten dengan hal yang kita percaya dan tetap bersikeras menerimanya ketika informasinya tidak konsisten, kita secara perlahan mengatur hasil yang tidak adil, yang bertentangan dengan keputusan baik.

Mendorong Nonkonformitas yang Konstruktif

Beberapa leader mendorong perilaku menyimpang secara aktif pada karyawannya, sedangkan sebagian besar leader akan melakukan upaya yang signifikan untuk menghilangkan perilaku ini. Namun, nonkonformitas mendorong inovasi, meningkatkan kinerja, dan lebih dapat meningkatkan pendirian seseorang dibandingkan dengan konformitas. Contohnya, penelitian yang saya lakukan dengan Silvia Bellezza (Columbia) dan Anat Keinan (Harvard) menunjukkan pengamat yang menilai pembicara utama yang memakai sepatu kets berwarna merah, CEO yang memutari Wall Street dengan hoodie dan celana jeans, dan presenter yang membuat template PowerPointnya sendiri dibandingkan memakai template yang disediakan kantornya dianggap memiliki status lebih tinggi dibandingkan orang lainnya yang melakukan konformitas terhadap norma bisnis.

Penelitian saya juga menunjukkan melakukan sesuatu yang berlawanan dengan orang-orang dapat memberikan kepercayaan diri pada tindakan kita, yang membuat kita merasa unik dan dilibatkan, yang diartikan dengan memiliki kinerja lebih tinggi dan kreativitas lebih besar. Dalam satu studi lapangan, saya menanyakan kelompok karyawan untuk berperilaku nonkonformitas (menyampaikan pendapat jika merasa tidak setuju dengan keputusan rekan kerja, menyatakan yang mereka rasakan dibandingkan berpikir perasaan yang harus dirasakan, dan seterusnya). Saya meminta kelompok lain untuk melakukan konformitas dan kelompok ketiga untuk melakukan apa pun yang biasa dilakukan anggotanya. Setelah tiga minggu, orang-orang dalam kelompok pertama melaporkan merasa lebih percaya diri dan terlibat dalam pekerjaan mereka dibandingkan orang-orang di kelompok lain. Mereka menunjukkan kreativitas yang lebih terhadap tugas yang merupakan bagian dari studi. Juga, supervisornya memberikan nilai lebih tinggi terhadap kinerja dan inovasi mereka.

Enam strategi berikut dapat membantu leader untuk mendorong nonkonformitas yang konstruktif dalam perusahaan dan dirinya sendiri.

1. Memberikan Kesempatan bagi Karyawan untuk Menjadi Diri Sendiri

Penelitian psikologi selama puluhan tahun telah menunjukkan kalau kita merasa diterima dan percaya pandangan kita lebih kredibel ketika rekan kerja kita membagikannya. Namun, meski konformitas mungkin membuat kita merasa baik, hal itu tidak membuat kita dapat menuai manfaat menjadi autentik. Pada studi Dan Cable (London Business School) dan Virginia Kay, (dahulu mewakili University of North Carolina di Chapel Hill), telah dilakukan survei kepada 154 lulusan MBA yang telah bekerja selama empat bulan. Lulusan yang merasa dapat mengekspresikan dirinya secara autentik di tempat kerja, secara rata-rata sebesar 16%, lebih terlibat dan lebih berkomitmen pada organisasinya dibandingkan mereka yang merasa harus menyembunyikan dirinya yang autentik. Di studi lain, Cable dan Kay menyurvei 2.700 guru yang telah bekerja selama setahun dan meninjau penilaian kinerja yang diberikan oleh supervisornya. Guru yang mengatakan mereka dapat mengekspresikan diri yang autentik menerima penilaian lebih tinggi dibandingkan guru yang tidak merasa mereka dapat melakukannya.

Berikut ini adalah beberapa cara untuk membantu karyawan untuk menjadi dirinya yang sebenarnya:

Mendorong karyawan untuk melakukan refleksi pada hal yang membuat mereka merasa autentik. Hal ini dapat dilakukan dari awal hubungan kerja, yaitu selama orientasi. Dalam studi lapangan yang saya lakukan dengan Brad Staats (University of North Carolina di Chapel Hill) dan Dan Cable, karyawan divisi pengalihdayaan proses bisnis di Wipro, perusahaan IT India, yang melalui proses onboarding dengan sedikit modifikasi. Kami memberikannya waktu setengah jam untuk berpikir hal yang unik menurut mereka, hal yang membuat mereka autentik, dan cara mereka menunjukkan diri mereka yang autentik di tempat kerja. Selanjutnya, kami membandingkannya dengan karyawan yang telah melalui proses onboarding Wipro yang biasanya, yang tidak menyediakan waktu untuk melakukan refleksi semacam ini. Karyawan yang ada di kelompok pertama telah menemukan cara untuk menyesuaikan dengan pekerjaannya sehingga mereka dapat menjadi diri mereka yang sebenarnya. Contohnya, mereka berlatih untuk menilai ketika menjawab telepon dibandingkan mengikuti skrip perusahaan yang kaku. Mereka lebih terlibat dalam pekerjaannya, berkinerja lebih baik, dan lebih mungkin tetap berada di perusahaan tujuh bulan setelahnya.

Leader juga dapat mendorong jenis refleksi ini setelah orang-orang berada pada pekerjaannya. Awal tahun baru adalah waktu yang natural bagi karyawan dan leader untuk berefleksi pada hal yang membuat mereka unik dan autentik dan cara mereka dapat membentuk pekerjaannya, bahkan dengan cara sederhana, untuk menghindari konformitas. Refleksi juga didorong pada titik karier lainnya, seperti tinjauan kinerja, promosi, atau peralihan menuju peran baru.

Beri tahu karyawan pekerjaan yang harus diselesaikan dibandingkan cara menyelesaikannya. Ketika Colleen Barrett menjadi eksekutif vice president Southwest Airlines, dari tahun 1990 hingga 2001, dia membentuk tujuan yang membuat karyawan menjadi diri mereka sendiri. Misalnya, pramugari didorong untuk menyampaikan pengumuman keselamatan yang diwajibkan hukum dengan humor dan gayanya sendiri. “Kami selalu berpikir kegemaran Anda dapat menjadi pekerjaan Anda sehingga Anda tidak perlu melakukan tindakan dalam kehidupan Anda ketika Anda meninggalkan rumah untuk pergi bekerja,” ujarnya. Filosofi ini membantu Southwest menjadi industri berkinerja teratas dalam hal volume penumpang, kemampuan menghasilkan laba, kepuasan pelanggan, dan tingkat perputaran karyawan.

Biarkan karyawan mengatasi masalahnya sendiri. Leader dapat mendorong sikap autentik dengan membolehkan karyawan untuk memutuskan cara menangani situasi tertentu. Misalnya, pada tahun 1990-an British Airways menghilangkan buku saku pelayanan pelanggannya yang tebal dan memberikan karyawan dengan kebebasan (yang beralasan) untuk mengatasi cara menghadapi masalah pelanggan ketika masalah itu timbul (lihat Berkompetisi pada Pelayanan Pelanggan: Wawancara dengan Sir Colin Marshall dari British Airways,” HBR, November–Desember 1995).

Perusahaan lain yang mengikuti filosofi ini adalah Pal’s Sudden Service, cabang restoran cepat saji di wilayah selatan Amerika Serikat. Dengan menerapkan prinsip upaya peningkatan efisiensi (lean) yang meliputi gagasan bahwa karyawan diberdayakan untuk menegur dan mengatasi masalah, Pal’s telah mencapai angka yang luar biasa: satu mobil yang dilayani pada drive-through setiap 18 detik, satu kesalahan dalam setiap 3.600 pesanan (rata-rata industri adalah satu dalam 15), kepuasan pelanggan bernilai 98%, dan nilai inspeksi kesehatan di atas 97%. Tingkat perputaran asisten manajer berada di bawah 2% dan dalam tiga dekade, Pal’s hanya telah kehilangan tujuh general manager — dua dari manajer tersebut berhenti karena pensiun. Tingkat perputaran karyawan tahunan di garda terdepan adalah sekitar 34%, yakni setengah dari rata-rata di industri. Pal’s melatih karyawannya secara ekstensif. Karyawan garda terdepan yang baru menerima instruksi rata-rata selama 135 jam (rata-rata industri adalah sekitar 2 jam). Hasilnya, karyawan percaya diri bahwa mereka dapat mengatasi masalah dengan sendirinya dan dapat menghentikan proses jika sesuatu tidak berjalan dengan semestinya. (Karyawan juga tahu kalau mereka dapat meminta bantuan.) Ketika saya melakukan wawancara mengenai Pal’s, seorang general manager memberikan saya penjelasan cara dia mendorong karyawan garda terdepan untuk membuat keputusannya sendiri: “[Karyawan] berumur 16 tahun menunjukkan kepada saya roti hot dog dengan tepung di sisinya dan bertanya apakah hal itu diperbolehkan. Respons saya adalah ‘Terserah Anda’. Apakah Anda akan menjual hot dog itu?”

Biarkan karyawan mendefinisikan misinya. Morning Star, perusahaan pemroses tomat yang berbasis di California, memiliki karyawan yang menulis “pernyataan misi komersial personal” yang merefleksikan siapa diri mereka dan menguraikan tujuan mereka dalam periode waktu tertentu, yakni tujuan yang akan berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Pernyataan ini tercantum dalam kontrak sebagai “surat kesepahaman rekan kerja,” atau CLOU yang merupakan negosiasi karyawan dengan rekan kerja, yang masing-masing rekan kerja akan menjelaskan cara mereka bekerja sama dengan orang lain. Misi komersial personal pendiri Morning Star, Chris Rufer, adalah untuk “memajukan teknologi tomat untuk menjadi yang terbaik di dunia dan mengoperasikan pabrik ini sehingga dapat menjadikannya asli.” Misi lainnya, satu karyawan penjualan dan pemasaran “untuk langsung mengingat tanda produk tomat Morning Star pada pendengaran dan pemikiran setiap pengguna produk tomat komersial.” Misi lainnya juga, satu karyawan di bagian pengiriman akan “menyediakan pelanggan kami dengan banyak produk hebat yang menarik dan diinginkan dengan andal dan efisien.”

2. Mendorong Karyawan untuk Menunjukkan Kekuatan Khas Dirinya

Michelangelo menggambarkan seni pahat sebagai proses, sedangkan artis memunculkan figur ideal dari bongkahan batu yang menjadi tempatnya diam selama ini. Kita semua memiliki bentuk yang ideal dan kekuatan yang khas — dengan menjadi penghubung sosial, misalnya, atau dapat melihat hal yang positif dalam berbagai situasi — yang secara natural kita gunakan dalam kehidupan. Kita semua juga memiliki dorongan untuk melakukan hal terbaik yang dapat kita lakukan dan dapat diakui karena hal ini. Tugas leader adalah untuk mendorong karyawan untuk memahat pekerjaan mereka dengan mengeluarkan kekuatan mereka — dan untuk memahat pekerjaan leader itu sendiri. Tindakan berikut ini dapat membantu melakukannya.

Berikan kesempatan kepada karyawan untuk mengidentifikasi kekuatannya. Pada proyek penelitian yang saya lakukan dengan Dan Cable, Brad Staats, dan Julia Lee (University of Michigan), leaders nasional dan lembaga pemerintah setempat di seluruh dunia berefleksi setiap pagi pada kekuatan khas mereka dan cara menggunakannya. Leader juga membaca deskripsi waktu ketika mereka berada pada keadaan terbaiknya, yang ditulis oleh orang-orang dalam jaringan personal dan profesionalnya. Leader ini menunjukkan pelibatan yang lebih dan perilaku inovatif dibandingkan anggota suatu kelompok kendali. Selain itu, tim mereka juga memiliki kinerja lebih baik.

Sesuaikan pekerjaan pada kekuatan karyawan. Facebook dikenal karena merekrut orang-orang pintar tanpa memandang posisi yang sedang dibuka dalam perusahaan, mengumpulkan informasi mengenai kekuatannya, dan dengan informasi tersebut, Facebook akan merancang pekerjaan mereka. Contoh lainnya adalah Osteria Francescana, restoran bintang tiga Michelin di Modena, Italia, yang memenangkan peringkat pertama dalam penghargaan 50 Restoran Terbaik di Dunia tahun 2016. Sebagian besar restoran, khususnya yang memiliki peringkat teratas, memiliki hierarki yang ketat, dengan jabatan tertentu pada setiap posisi. Akan tetapi, di Osteria Francescana, pekerjaan dan tanggung jawab karyawannya disesuaikan dengan individu karyawan.

Karyawan yang mengatakan mereka dapat mengekspresikan dirinya yang autentik pada pekerjaan akan lebih berkomitmen pada perusahaan.

Menemukan kekuatan karyawan dapat membutuhkan waktu dan usaha. Massimo Bottura, pemilik dan head chef, merotasi pemagang pada berbagai posisi yang berbeda, sekurangnya selama beberapa bulan sehingga dia dan timnya dapat mengatur pekerjaan untuk memanfaatkan kekuatan para pemagang. Hal ini memastikan karyawan dapat bekerja di tempat yang paling cocok dengan mereka.

Jika proses ini terlalu ambisius untuk perusahaan Anda, pertimbangkan untuk memberikan karyawan dengan kebebasan untuk memilih tanggung jawab dalam peran yang telah ditugaskan.

3. Pertanyakan Status Quo dan Dorong Karyawan untuk Melakukan Hal Serupa

Meskipun bisnis mendapatkan manfaat dari praktik berulang yang memastikan konsistensi, bisnis juga dapat mendorong pelibatan dan inovasi karyawan dengan mempertanyakan prosedur standar, yakni “cara kita biasa menyelesaikannya.” Berikut ini adalah beberapa strategi yang sudah terbukti.

Tanyakan “Mengapa?” dan “Bagaimana jika?” Dengan menanyakan karyawan secara berkala dengan pertanyaan ini, Max Zanardi, general manager Ritz-Carlton di Istanbul dapat memimpin karyawan untuk mendefinisikan ulang kemewahan dengan memberikan pelanggan dengan pengalaman yang autentik dan tidak biasa. Misalnya, karyawan yang secara tradisional menanam bunga setiap tahun pada teras di luar restoran hotel. Suatu hari Zanardi bertanya, “Mengapa kita selalu menanam bunga? Bagaimana jika menanam sayur? Bagaimana jika menanam tanaman herba?” Hal ini menghasilkan taman teras dengan tanaman herba dan tomat ranti yang digunakan di restoran — keadaan yang diapresiasi oleh tamu.

Leader yang mempertanyakan status quo akan memberikan alasan kepada karyawan untuk terus terlibat dan sering kali memberikan ide segar yang dapat memberikan energi baru pada bisnis.

Tekankan bahwa perusahaan tidak sempurna. Ed Catmull, cofounder dan president di Pixar Animation Studios, khawatir bahwa karyawan baru akan terlalu takjub dengan kesuksesan Pixar untuk menentang praktik yang ada (lihat “Cara Pixar Mendorong Kreativitas Bersama,” HBR, September 2008). Jadi, selama sesi onboarding, pidatonya menyertakan contoh kesalahan dalam perusahaan. Dengan menegaskan bahwa kita semua adalah manusia dan perusahaan tidak akan pernah sempurna memberikan kebebasan kepada karyawan untuk pelibatan dalam nonkonformitas yang konstruktif.

Unggul dalam hal dasar. Memastikan kalau karyawan memiliki pengetahuan mendalam mengenai cara sesuatu yang biasanya dijalankan memberikan karyawan dengan dasar untuk mempertanyakan status quo secara konstruktif. Filosofi ini mendasari banyaknya jam yang dihabiskan Pal’s dalam pelatihan. Leader perusahaan menginginkan karyawan menjadi ahli dalam setiap aspek pekerjaannya. Demikian juga, Bottura percaya untuk menciptakan hidangan yang inovatif, chef yang dimilikinya harus paham dalam teknik memasak tradisional.

4. Menciptakan Pengalaman yang Menantang

Mudah bagi karyawan untuk merasa bosan dan kembali pada rutinitas ketika pekerjaannya melibatkan kurangnya variasi atau tantangan. Juga, karyawan yang merasa pekerjaannya membosankan akan kekurangan motivasi untuk berkinerja dengan baik dan secara kreatif, sebaliknya pekerjaan yang menantang akan meningkatkan pelibatan karyawan. Penelitian yang dipimpin oleh David H. Zald (Vanderbilt University) menunjukkan perilaku baru, seperti mencoba sesuatu yang baru atau berisiko, memicu pelepasan dopamine, hormon yang membantu kita termotivasi dan terdorong untuk berinovasi.

Leader dapat melakukan strategi berikut ketika menentukan pekerjaan karyawan:

Memaksimalkan keragaman. Hal ini akan membuat kemungkinan kecil karyawan masuk pada mode autopilot dan lebih mungkin, karyawan akan muncul dengan cara inovatif untuk memperbaiki hal yang mereka lakukan. Keberagaman juga meningkatkan kinerja, seperti yang saya dan Brad Staats temukan dalam analisis data transaksi dengan periode dua setengah tahun dari suatu departemen bank Jepang yang bertugas memproses pengajuan pinjaman rumah. Lini kredit ini melibatkan 17 tugas yang berbeda, yang meliputi pemindaian dokumen pengajuan, membandingkan dokumen pengajuan dengan aslinya, memasukkan data pengajuan pada sistem komputer, menilai apakah informasi mematuhi standar yang ditetapkan, dan melakukan pemeriksaan kredit. Pekerja yang memiliki tugas yang berbeda dari hari ke hari akan lebih produktif dibandingkan yang lainnya (seperti yang diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tugas). Keberagaman ini membuat karyawan termotivasi. Hal ini membuat bank dapat memproses pengajuan dengan lebih cepat, dan meningkatkan kompetitifnya.

Keragaman ini dapat dipastikan dengan berbagai cara. Pal’s merotasi karyawan melalui tugas-tugas (mencatat pesanan, memanggang, bekerja di kasir, dan seterusnya) dengan urutan yang berbeda setiap hari. Beberapa perusahaan melupakan definisi lintasan karier dan sebaliknya memindahkan karyawan pada berbagai posisi yang berbeda dalam departemen atau tim dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Selain dari meningkatkan pelibatan, rotasi kerja akan memperluas kumpulan keterampilan individu sehingga menciptakan tenaga kerja yang lebih fleksibel. Hal ini mempermudah dalam menemukan pengganti ketika seseorang sakit atau tiba-tiba mengundurkan diri dan untuk mengalihkan orang-orang dari tugas yang tidak lagi diperlukan (lihat “Alasan ‘Pekerjaan yang Baik’ adalah Hal Baik untuk Peretail,” HBR, Januari – Februari 2012).

Teruslah mengenalkan pembaruan dalam pekerjaan. Pembaruan adalah kekuatan yang ampuh. Ketika sesuatu yang baru terjadi di pekerjaan, kita memberikan perhatian, terlibat, dan cenderung mengingatnya. Kemungkinan kita tidak mempertanyakan pekerjaan yang dilakukan akan lebih kecil ketika pekerjaan itu terus menghasilkan perasaan yang kuat. Pembaruan dalam pekerjaan seseorang lebih memuaskan dibandingkan stabilitas.

Jadi, bagaimana cara leader mengenalkannya dalam pekerjaan? Bottura menerapkan perubahan menu pada menit-menit terakhir dengan timnya untuk tetap membuat semangat yang tinggi. Di Pal’s, karyawan belajar urutan tugasnya pada hari hanya ketika mereka akan melakukan pekerjaannya.

Leader juga dapat mengenalkan pembaruan dengan memastikan proyek meliputi beberapa orang yang terlihat berada di luar zona nyaman mereka atau memberikan tantangan baru kepada tim secara berkala (misalnya, meminta mereka menyampaikan produk lebih cepat dibandingkan sebelumnya). Leader dapat menunjuk karyawan pada tim yang bertugas merancang proses kerja baru atau memulai program layanan percontohan baru.

Identifikasi peluang untuk pembelajaran dan perkembangan personal. Dengan memberikan orang-orang pengalaman tersebut, hal ini merupakan cara esensial untuk mendorong nonkonformitas yang konstruktif berdasarkan hasil penelitian. Misalnya, dari studi lapangan yang dilakukan di perusahaan konsultan global, saya dan rekan kerja menemukan bahwa sesi onboarding yang tidak hanya fokus pada kinerja, tetapi juga melihat peluang untuk belajar dan tumbuh, pelibatan, dan perilaku inovatif yang lebih tinggi enam bulan setelahnya. Perusahaan terkadang mengidentifikasi peluang untuk tumbuh selama tinjauan kinerja, tentu saja ada banyak cara lain untuk melakukannya. Para chef di Osteria Francescana dapat mendampingi Bottura pada kegiatan memasak yang menunjukkan negara, hidangan, tradisi, seni, dan budaya lain kepada mereka — yang merupakan semua sumber potensi inspirasi untuk hidangan baru. Ketika saya bekerja sebagai konsultan peneliti di Disney pada musim panas tahun 2010, saya mempelajari anggota kelompok Imagineering R&D didorong untuk terlibat dalam kelompok profesional, menghadiri konferensi, dan menerbitkan jurnal akademik dan profesional. Perusahaan dapat membantu membayar kursus yang mungkin tidak terlalu terkait dengan pekerjaan karyawan saat ini, tetapi mungkin saja tetap memperluas kumpulan keterampilannya atau mendorong rasa keingintahuannya.

Berikan tanggung jawab dan akuntabilitas kepada karyawan. Di Morning Star, jika karyawan membutuhkan peralatan baru untuk melakukan pekerjaannya — bahkan sesuatu yang bernilai ribuan dolar — mereka mungkin akan membelinya. Jika Morning Star melihat proses yang dapat memanfaatkan keterampilan berbeda, mereka akan merekrut seseorang. Mereka harus berkonsultasi dengan rekan kerja yang akan terdampak (misalnya, orang lain yang akan menggunakan peralatannya), namun karyawan tidak perlu persetujuan dari atas. Karena tidak adanya jabatan pekerjaan di Morning Star, cara karyawan memengaruhi orang lain — dan akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaan — yang utamanya ditentukan dengan cara rekan kerjanya memahami mutu keputusan mereka. 

Karyawan Semco Group menetapkan jadwal dan kuota produksinya sendiri. Mereka bahkan memilih jumlah dan bentuk kompensasinya. 

5. Mendorong Perspektif yang Lebih Luas 

Kita sering kali memiliki fokus terlalu sempit pada sudut pandang kita sendiri sehingga kita kesulitan memahami pengalaman dan perspektif orang lain. Selagi kita memegang posisi di level tinggi, penelitian menunjukkan fokus egosentris kita akan lebih kuat. Berikut ini adalah cara melawannya:

Berikan kesempatan bagi karyawan untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Kita semua cenderung melakukan sikap self-serving dalam hal cara kita memproses informasi dan menghasilkan (atau gagal menghasilkan) alternatif pada status quo. Leader dapat membantu karyawan mengatasi kecenderungan ini dengan mendorong karyawan melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda. Di Sharp, yang merupakan pemanufaktur elektronik, pernyataan yang selalu diulang adalah “Jadilah capung, bukan ikan sebelah.” Capung memiliki mata majemuk yang dapat melihat berbagai sudut pandang dalam waktu bersamaan, sedangkan ikan sebelah memiliki mata pada sisi yang sama di kepalanya dan hanya dapat melihat satu arah pada satu waktu. 

Jon Olinto dan Anthony Ackil, pendiri franchise restoran cepat saji b.good, mewajibkan semua karyawan (termasuk manajer) dan cabang franchise untuk dilatih di setiap jenis pekerjaan — dari menyiapkan panggangan hingga ke kasir. (Tidak seperti Pal’s, b.good tidak merotasi orang-orang dalam pekerjaannya setiap hari). Penelitian menunjukkan terekspos dengan perspektif yang berbeda akan meningkatkan pelibatan dan perilaku inovatif. 

Gunakan bahasa yang mengurangi bias self-serving. Untuk menghindari berubahnya pemikiran kesuksesan para trader masuk ke pemikiran mereka ketika pasar sedang meningkat, beberapa perusahaan Wall Street mengingatkan mereka, “Jangan membuat otak bingung dengan pasar yang sedang naik.” Di GE, istilah seperti “menanam bibit” (untuk menjelaskan investasi yang dilakukan akan menghasilkan imbal hasil, bahkan setelah manajernya sebelumnya pindah ke pekerjaan lain) yang telah masuk pada daftar kosakata (lihat “Cara GE Mengajarkan Tim untuk Memimpin Perubahan,” HBR, Januari 2009). 

Merekrut orang-orang dengan perspektif beragam. Penelitian yang berlangsung puluhan tahun telah menemukan bekerja di antara orang-orang dari budaya dan latar belakang yang berbeda akan membantu kita melihat masalah dengan cara baru dan mempertimbangkan ide yang mungkin sebaliknya akan terabaikan, dan akan mendorong jenis kreativitas yang diubah oleh para juaranya. Di Osteria Francescana, dua sous-chef adalah Kondo “Taka” Takahiko, asal Jepang, dan Davide diFabio asal Italia. Mereka berbeda tidak hanya dari asal negara, namun juga dalam kekuatan dan cara berpikir. Misalnya, Davide lebih nyaman dengan berimprovisasi, sedangkan Taka terobsesi dengan presisi. Perbedaan dalam cara berpikir adalah kualitas yang dicari Rachael Chong, pendiri dan  CEO perusahaan rintisan Catchafire. Ketika mewawancarai calon karyawan, dia menjelaskan potensi tantangan dan mendengarkan dengan saksama untuk melihat jika orang-orang menghasilkan berbagai solusi atau terjebak di satu solusi saja. Untuk mendorong inovasi dan pendekatan baru, Ed Catmull merekrut orang luar yang penting, memberikan mereka peran yang penting, dan memuji kontribusinya secara publik. Akan tetapi, banyak perusahaan yang melakukan kebalikannya, yakni merekrut orang-orang yang pikirannya mencerminkan tim manajemen saat ini.

6. Menyuarakan dan Mendorong Pandangan yang Berbeda

Kita terkadang mencari dan memperhatikan informasi yang membenarkan kepercayaan kita. Akan tetapi, data yang tidak konsisten dengan pandangan kita dan bahkan dapat menghasilkan perasaan negatif (seperti perasaan gagal) sebaliknya dapat memberikan kesempatan untuk memperbaiki perusahaan dan diri kita sendiri. Leader dapat menggunakan sejumlah strategi untuk mendorong karyawan keluar dari zona nyamannya.

Perhatikan bukti yang mungkin tidak tepat. Leaders seharusnya tidak bertanya, “Siapa yang setuju dengan jalannya tindakan ini?” atau “Informasi apa yang mendukung pandangan ini?” Sebaliknya, mereka harus bertanya, “Informasi apa yang mungkin tidak tepat untuk dijalankan?” Mellody Hobson, president di Ariel Investments dan kepala direksi DreamWorks Animation, selalu membuka rapat tim dengan mengingatkan peserta rapat kalau mereka tidak perlu benar, melainkan hanya perlu menyampaikan informasi yang membantu tim membuat keputusan yang tepat, yang terjadi ketika anggota menyuarakan pendapat dan ketidaksetujuannya. Di Bursa Berjangka Chicago, penyidik mengkaji perdagangan yang mungkin melanggar aturan dagang. Untuk menghindari bias dalam mengumpulkan informasi, penyidik ini telah terlatih menanyakan pertanyaan dengan wawancara terbuka, bukan pertanyaan yang dapat dijawab dengan sekadar “ya” atau “tidak”. Leader juga dapat menggunakan pendekatan yang sama ketika mendiskusikan keputusan. Leader harus memastikan tidak mengandalkan opini, namun menilai jika data mendukung atau melemahkan sudut pandang yang ada.

Ciptakan perbedaan pandangan sebagai standar. Leader dapat mendorong perdebatan selama meeting dengan mengundang orang-orang untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda, dan leader juga dapat  merancang proses untuk menyertakan perbedaan pendapat. Ketika karyawan Pal’s menyarankan ide yang menjanjikan mengenai bahan menu baru, ide ini diuji di tiga toko berbeda: satu pemilik sekaligus operator toko menyukai ide (“protagonis”), satu pemilik sekaligus operator merasa skeptis (“antagonis”), dan pemilik sekaligus operator belum menyampaikan opini yang kuat (“netral”). Hal ini memastikan pandangan yang berbeda tersampaikan dan dapat membantu mereka dalam saran pada keputusan CEO mengenai bahan yang diajukan.Identifikasi penyampai pandangan berbeda yang berani. Bahkan, jika didorong untuk mundur, banyak orang-orang pemalu atau junior tidak akan melakukannya. Jadi, pastikan tim Anda mencakup orang-orang yang Anda tahu akan menyuarakan pendapat mereka, seperti yang ditulis Diana McLain Smith dalam The Elephant in the Room: How Relationships Make or Break the Success of Leaders and Organizations. Setelah karyawan yang ragu-ragu semakin melihat diterimanya pandangan yang berbeda, lantas mereka juga akan merasa nyaman untuk menyampaikan pendapat yang berbeda.

Sumber: HBR (Francesca Gino, 24 Oktober 2016)

Gita Djambek

Diruanghati.com is a co-blogging between my daughter, Aya and myself. This is where we share our thoughts about each other's thoughts as well as our individual thoughts. We hope readers can be entertained as well as gaining insights from us.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *