
Sejarahnya, para pemimpin mencapai posisi mereka karena pengalaman yang kuat terutama dalam pekerjaan dan pengetahuan yang mendalam. Mereka diharapkan mempunyai jawaban dan siap memberikan jawaban ini ketika karyawan tidak yakin apa yang harus dilakukan atau bagaimana cara melakukannya. Pemimpin adalah orang yang paling banyak tahu, dan inilah dasar otoritas mereka.
Kini, para pemimpin masih harus memahami bisnis mereka secara menyeluruh, tetapi ini tidak realistis dan merupakan sugesti yang buruk untuk mengharapkan mereka mempunyai seluruh jawaban. Organisasi sederhananya sudah terlalu kompleks bagi para pemimpin untuk mengatur pada basis organisasi. Salah satu cara bagi para pemimpin adalah menyesuaikan pergeseran ini dengan mengadopsi suatu peran baru, yaitu sebagai coach. Dengan menggunakan metode dan teknik coaching pada situasi yang tepat, para pemimpin tetap dapat efektif tanpa perlu mengetahui seluruh jawaban dan tanpa memberitahu karyawan terhadap apa yang harus dilakukan.
Coaching adalah bagaimana cara terhubung dengan orang, menginspirasi mereka untuk melakukan usaha terbaik mereka, dan membantu mereka untuk tumbuh. Coaching juga adalah memberikan tantangan pada orang-orang dalam mencari jawaban yang mereka perlukan secara mandiri. Coaching bukan merupakan sains eksakta, dan semua pemimpin harus mengembangkan gaya mereka sendiri. Namun, kita dapat memerincikan prosesnya dalam praktik yang setiap manajer harus dapat jelajahi dan pahami. Berikut ini adalah tiga praktik terpenting:
Bertanya
Coaching dimulai dengan membuat ruang yang akan diisi oleh karyawan, dan biasanya Anda memulai proses ini dengan menanyakan satu pertanyaan terbuka. Setelah percakapan singkat dengan klien dan mahasiswa saya, saya biasanya memberikan sinyal untuk memulai percakapan coaching dengan bertanya, “Jadi, Anda ingin mulai dari mana?” Kuncinya adalah menciptakan penerimaan pada apa pun yang ingin didiskusikan oleh orang dalam percakapan, dan menghindari presumsi yang tidak diperlukan sehingga membatasi percakapan. Sebagai seorang manajer, Anda mungkin saja ingin mengatur beberapa batasan dalam percakapan (“Saya tidak siap untuk membahas tentang anggaran hari ini.”) atau setidaknya memastikan bahwa agenda yang ada menunjukkan kebutuhan Anda (“Saya ingin mendiskusikan pertemuan minggu lalu sebagai tambahan untuk apa yang ada di dalam daftar Anda”). Akan tetapi, penting untuk hanya melakukan ini seperlunya dan menyisakan ruang bagi karyawan Anda untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah yang menurut mereka penting. Terlalu mudah bagi para pemimpin secara tidak sengaja mengirim sinyal yang mencegah karyawan untuk menyampaikan masalah, jadi perlihatkan dengan jelas kalau agenda mereka juga penting.
Dalam bukunya yang berjudul Helping, mantan profesor di MIT Edgar Schein mengidentifikasi model pertanyaan yang kita gunakan ketika kita menawarkan bantuan, dan model pertanyaan ini memetakan percakapan coaching dengan baik. Proses awal pengumpulan informasi yang saya jelaskan di atas disebut Schein sebagai “inkuiri murni”. Langkah selanjutnya adalah “inkuiri diagnostik,” yang terdiri dari memfokuskan perhatian orang lain pada aspek spesifik dari cerita mereka, misalnya perasaan atau reaksi yang dialami, penyebab atau motif yang mendasar, atau tindakan yang telah diambil atau hasil kontemplasi. (“Sepertinya Anda frustasi dengan Chris. Bagaimana hubungan Anda dengan Chris saat ini?” atau “Kedengarannya seperti telah ada tensi yang meningkat di dalam tim Anda. Menurut Anda, apa yang sedang terjadi?” atau “Itu terdengar seperti tujuan yang ambisius untuk proyek itu. Bagaimana Anda merencanakan pencapaian tujuan itu?”)
Langkah berikutnya dalam proses ini adalah yang disebut Schein dengan agak rancu sebagai “inkuiri konfrontasi”. Dia tidak bermaksud kalau kita benar-benar harus mengonfrontasi orang tersebut, melainkan kita lebih membandingkan aspek cerita mereka dengan memperkenalkan ide dan hipotesis baru, yang mengganti pemahaman kita atas situasi yang dialami orang lain dalam percakapan (“Anda sepertinya telah membicarakan pencapaian Chris yang kurang). Bagaimana cara Anda berkontribusi pada masalah itu?” atau “Saya memahami kalau tim Anda berada di bawah tekanan yang intens. Bagaimana perputaran ini berdampak pada kemampuan Anda untuk berkolaborasi?” atau “Itu merupakan rencana yang menarik, tetapi terdapat banyak perincian yang harus diperhatikan. Apa yang terjadi jika Anda terlambat dari jadwal?”)
Pada percakapan coaching, sifatnya krusial untuk menghabiskan waktu yang memang dibutuhkan pada tahapan awal dan menahan dorongan untuk melewati tahapan ini, di mana proses bergeser dari menanyakan pertanyaan terbuka hingga menggunakan otoritas Anda sebagai pemimpin untuk menyoroti masalah tertentu. Lebih banyak waktu yang Anda habiskan dalam inkuiri murni, percakapan ini lebih mungkin akan menantang karyawan Anda untuk muncul dengan solusi kreatif mereka sendiri sehingga memunculkan pengetahuan unik yang mereka telah dapatkan dari kedekatan mereka pada masalah.
Menyimak
Penting untuk memahami perbedaan antara mendengar dan menyimak. Mendengar adalah proses kognitif yang terjadi secara internal — kita menyerap suara, menafsirkannya, dan memahaminya. Namun, menyimak adalah proses keseluruhan tubuh yang terjadi di antara dua orang yang membuat orang lain dalam pembicaraan merasa disimak.
Menyimak dalam konteks coaching memerlukan kontak mata yang signifikan, tidak pada kondisi yang canggung, tetapi lebih dari yang biasanya Anda lakukan di percakapan kasual. Hal ini memastikan kalau Anda menangkap data orang lain dalam pembicaraan sebanyak mungkin — ekspresi wajah, gerak isyarat, gerak tubuh — dan membawa perasaan ketertarikan dan keterlibatan yang kuat.
Menyimak dengan efektif juga membutuhkan fokus perhatian kita. Coaching pada dasarnya tidak kompatibel dengan usaha mengerjakan banyak tugas. Mungkin saja Anda dapat mendengar apa yang dikatakan orang lain ketika sedang mengerjakan sesuatu, namun mustahil halnya untuk menyimak dengan cara yang membuat orang lain merasa didengar. Jadi sangat penting untuk menghilangkan distraksi. Matikan telepon Anda, tutup laptop Anda, dan gunakan ruang khusus di mana Anda tidak akan mengalami interupsi.
Tentu saja, percakapan coaching dapat dilakukan melalui telepon, dan dalam media itu, bahkan lebih penting untuk menghindari pengerjaan banyak tugas. Jadi, dalam ketiadaan data visual, Anda dapat menangkap isyarat halus dalam ucapan orang lain.
Dalam pengalaman saya ketika membuat notula, catatan sporadis dalam percakapan coaching membantu saya untuk tetap fokus dan mengurangi beban untuk menjaga informasi yang ada di dalam memori jangka pendek (yang hanya menyimpan lima hingga tujuh item untuk kebanyakan orang). Akan tetapi, pembuatan catatan ini juga dapat menjadi distraksi, yang menyebabkan Anda lebih khawatir untuk mencerna komentar orang dalam pembicaraan dengan akurat daripada menyimak dengan sungguh-sungguh. Percakapan coaching bukanlah untuk disimpan, jadi Anda tidak perlu menjadi stenografer. Jika Anda merasa perlu untuk membuat catatan, cobalah menulis satu kata atau frasa pada satu waktu, yang dianggap cukup untuk mengasah memori Anda setelahnya.
Berempati
Empati adalah kemampuan yang tidak hanya untuk memahami sudut pandang orang lain, tetapi juga untuk merasakan emosi mereka seperti Anda mengalaminya sendiri. Tanpa adanya empati, orang lain dalam percakapan akan menjadi asing dan samar bagi kita. Ketika terdapat empati, hubungan interpersonal akan tercipta sehingga coaching dapat dilakukan.
Kunci pentingnya empati dapat ditemukan dalam karya Brené Brown, seorang profesor riset di University of Houston. Karya Brown berfokus pada topik kerentanan, dorongan, harga diri, dan rasa malu. Brown mendefinisikan rasa malu sebagai “perasaan atau pengalaman amat menyakitkan yang memercayai kalau kita tidak sempurna dan untuk itu, tidak layak mendapatkan kasih sayang dan rasa memiliki.” Empati, menurut catatan Brown adalah “penawar untuk rasa malu”. Ketika karyawan membutuhkan bantuan Anda, mereka lebih mungkin mengalami suatu perasaan malu, bahkan jika perasaan malu ini tidak terlalu tampak — dan lebih serius masalahnya, rasa malu ini terasa semakin dalam. Merasakan dan menyatakan empati sangat penting untuk membantu orang lain dalam meredakan rasa malu mereka dan memulai berpikir dengan kreatif untuk mencari solusi.
Akan tetapi, perhatikan kalau kebiasaan menyatakan empati ini dapat menjadi kontraproduktif. Michael Sahota, seorang coach di Toronto yang bekerja dengan grup pengembang perangkat lunak dan manajer produk, menjelaskan beberapa perangkap yang dapat menjebak kita ketika mencoba menyatakan empati: Kita membandingkan masalah kita dengan mereka (“Masalah saya lebih besar”), cobalah untuk tetap positif (“Lihat pada sisi positifnya”), atau melangkahi langsung ke pemecahan masalah selagi menghiraukan perasaan mereka saat itu.
Terakhir, ketahui kalau menyatakan empati tidak harus mencegah Anda untuk mendapatkan standar tinggi dari orang-orang. Anda mungkin khawatir jika berempati adalah sama dengan beralasan kemampuan yang kurang, tetapi ini adalah dikotomi yang tidak tepat. Berempati dengan kesulitan yang dihadapi oleh karyawan Anda adalah langkah penting dalam proses membantu mereka membangun ketahanan dan belajar dari masalah. Setelah Anda mengakui kesulitan dan perasaan karyawan, mereka lebih mungkin untuk merespons usaha Anda untuk memotivasi kinerja yang meningkat.Ketika Anda melakukan coaching sebagai seorang pemimpin, Anda tidak perlu menjadi seorang ahli. Anda tidak perlu menjadi orang yang paling pintar atau paling berpengalaman di situasi ini. Anda juga tidak perlu mempunyai semua solusi. Namun, Anda tetap perlu terhubung dengan orang, untuk menginspirasi mereka untuk melakukan usaha terbaik mereka, dan membantu mereka mencari di dalam diri mereka dan menemukan jawaban mereka masing-masing.
Sumber: Harvard Business Review (Ed Batista, 18 Februari 2015)